Lini produk adalah kelompok produk yang berhubungan
erat karena fungsinya serupa, dijual kepada kelompok pelanggan yang
sama, dipasarkan lewat jenis toko yang sama, dan masuk dalam kisaran
harga yang sudah ada.
Panjang lini produk
Manajer lini produk harus memutuskan seberapa panjang lini produk. Lini produk terlalu pendek, bila manajer dapat menambah laba dengan menambah jenis produk. Dan lini produk terlalu panjang, bila manajer dapat meningkatkan laba dengan mengurangi lini produk.
Panjang lini produk
Manajer lini produk harus memutuskan seberapa panjang lini produk. Lini produk terlalu pendek, bila manajer dapat menambah laba dengan menambah jenis produk. Dan lini produk terlalu panjang, bila manajer dapat meningkatkan laba dengan mengurangi lini produk.
Mengisi lini produk, alasannya:
1. Mencari laba tambahan
2. Mencoba memuaskan agen penjual yang mengeluh kehilangan penjualan, karena tidak adanya produk dalam lini tersebut.
3. Mencoba menggunakan kapasitas lebih
4. Mencoba menjadi perusahaan semua lini yang memimpin
5. Mencoba mengisi lubang agar pesaing tidak masuk.
1. Mencari laba tambahan
2. Mencoba memuaskan agen penjual yang mengeluh kehilangan penjualan, karena tidak adanya produk dalam lini tersebut.
3. Mencoba menggunakan kapasitas lebih
4. Mencoba menjadi perusahaan semua lini yang memimpin
5. Mencoba mengisi lubang agar pesaing tidak masuk.
Modernisasi lini produk: mempermudah tampilan produk agar sesuai dengan perkembangan jaman.
Menonjolkan lini produk: memilih satu atau beberapa produk untuk menjadi unggulan.
Menonjolkan lini produk: memilih satu atau beberapa produk untuk menjadi unggulan.
Pemberdayaan Perdagangan Ritel
Pemerintah melalui PD pasar dianggap menjadi salah satu penyebab
menurunnya daya saing pasar tradisional dihadapan ritel moderen.
Pemerintah diharapkan dapat mengatur ekspansi minimarket serta toko
retail moderen lainnya, tetapi pengaturan tersebut harus dibarengi
dengan peningkatan daya saing pasar tradisional. “Pasar tradisional itu
95% milik Pemda [Pemerintah Daerah], sekarang kita jadi korban antara
peritel modern dan pemerintah. Pasar tradisional sangat terlambat
dilakukan revitalisasi sementara retail moderen tumbuh pesat,” ujar
Ngadiran, Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPI) saat dihubungi
Bisnis hari ini. Dia menjelaskan selama ini pedagang pasar selalu
membayarkan uang kebersihan, keamanan serta perawatan, tetapi pedagang
tidak menikmati pasar yang bersih, aman maupun terawat sehingga dapat
mengundang konsumen. Selain itu Pemerintah juga dianggap kurang tegas
dalam menata minimarket maupun toko moderen lainnya.
Ngadiran mengaku tidak anti dengan toko moderen, tetapi penataan
lokasi toko moderen sangat diperlukan agar tidak saling mengganggu
dengan pasar tradisional maupun warung pemukiman. Pembekuan minimarket
tentu akan berdampak bagi jumlah pengangguaran, oleh sebab itu
pemerintah harus arif memilah kedua kepentingan, termasuk kepentingan
warung pemukiman dan pasar tradisional agar dapat bersaing secara adil
dengan pasar modern. “Harusnya [ritel modern] ditata dengan baik,
tempatnya di mana. Pasar tradisional dan warung juga harus ada
penyuluhan, pemberian kredit dan modal. Jangan sampai hanya ditarik
retribusi tapi tidak diurus,” tegas Ngadiran.
Dia berharap pemerintah dapat membangun sarana fisik pasar yang lebih
layak, sekaligus juga mengembangkan sumber daya manusia (SDM) di apsar
tradisional agar dapat mengelola pasar dengan baik seperti layaknya
ritel moderen. Dia juga meminta transparansi dari Pemerintah mengenai
uang distribusi dan pembangunan pasar, selama ini asosiasi tidak pernah
diikutsertakan, bahkan tidak mengetahui pasar mana yang direvitalisasi
dan diberikan dana.
Menurutnya, dengan keadaan seperti ini pendapatan pasar tradisional
turun hingga lebih dari 30% dalam tiga tahun terakhir. “Warung di
pemukiman biasanya belanja di pasar tradisional, karena omzet warung
menurun, itu berdampak langsung bagi pasar tradisional,” katanya. Hal
itu berbanding terbalik dengan tingginya angka kunjungan ke minimarket
di daerah pedesaan di Pulau Jawa yang menunjukan peningkatan 38% untuk
pembelian barang konsumsi di luar rokok dan produk segar (seperti sayur
mayur, buah dan daging) sejak 2007 hingga 2010.
Hasil riset The Nielsen Company itu juga menunjukan peningkatan
pengeluaran tiap rumah tangga yang mencapai 87% dibandingkan 2007 yang
hanya berada pada kisaran Rp250.000 untuk pembelian barang konsumsi di
luar rokok dan produk segar (seperti sayur mayur, buah dan daging).
Namun demikian warung masih menjadi pilihan bagi 81% penduduk di wilayah
pedesaan di Pulau Jawa. Sementara di wilayah perkotaan 52% rumah tangga
lebih memilih retail modern untuk berbelanja produk konsumsi di luar
rokok dan produk segar (seperti sayur mayur, buah dan daging).
“Pasar di Indonesia ini sangat luas, seharusnya setiap lini retail
tidak saling mematikan, melainkan memperluas penetrasi pasar,” ujar Soon
Lee Lim, Director of Consumer Panel Service Nielsen mengenai pola
belanja konsumen di ritel modern dan tradisional.
Keunggulan Perdagangan Ritel
Perdagangan ritel merupakan jenis usaha yang paling banyak dijalankan
orang. Dari warung rokok pinggir jalan, warung kelontong yang dibuka di
teras rumah, mini market, hingga hypermarket merupakan jenis bisnis
ritel yang serung kita temukan. Selain mudah dijalankan, bisnis ritel
juga serung dijadikan sebagai bisnis sampingan untuk membantu
menigkatkan pendapatan keluarga. Seperti toko atau warung kelontong yang
dibuka diteras rumah bisa dijalankan . begitu juga dengan modal yang
diperlukan, juga bias disesuaikan dengan skala bisnis ritel yang akan
dijalankan. Bila modalnya terbatas, kita dapat membuka bisnis ritel
dengan jumlah barang terbatas serta konsumen yang terbatas pula. Namun
ketika berkembang, usaha ini pun terbuka peluangnya untuk berkembang
menjadi usaha ritel dengan skala menengah.
Ritel modern di Indonesia memang memberikan beberapa manfaat, namun
keberadaannya juga menuai banyak persoalan. Pertama, keberadaan ritel
modern terbukti mematikan warung-warung tradisional terutama terkait
dengan trend pergeseran kebiasaan konsumen di atas. Data dari Asosiasi
Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menunjukkan jumlah pedagang
pasar tradisional di wilayah DKI Jakarta mengalami penurunan dari 96.000
orang menjadi 76.000 pedagang. APPSI juga menyebutkan bahwa sekitar 400
toko di pasar tradisional tutup setiap tahunnya.
Selain itu, ritel modern juga tidak berkontribusi pada perkembangan,
bahkan justru mematikan pemasok-pemasok kecil lokal, terutama UKM.
Awalnya, pemerintah berharap UKM dapat memperoleh peran sebagai pemasok
dalam ritel modern. Jumlah UKM yang menjadi pemasok ritel modern memang
mencapai 67% dari total keseluruhan jumlah pemasok, namun produk yang
disuplai oleh UKM hanyalah 10% dari total barang yang dijual di suatu
ritel modern. Hal ini terjadi karena syarat perdagangan yang ditawarkan
oleh ritel modern terlalu berat untuk dipenuhi UKM. Salah satu
persyaratan yang sangat memberatkan UKM adalah listing fee.
Kebijakan Harga Dalam Perdagangan Ritel
Kedua, kebijakan harga (pricing). Perlu adanya aturan-aturan hukum tentang kebijakan penentuan harga yang fair
disertai sanksi hukum yang jelas atas pelanggarannya. Kebijakan harga
ini akan mencegah peritel modern menjual produk dengan harga jauh lebih
murah dari pasar tradisional dan bahkan di bawah biaya produksi.
sumber : http://agi3l.wordpress.com/2011/03/24/105/